Senin, 13 Oktober 2008

SUMPAH PEMUDA SAMPAI HARI INI

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA.

Pemuda Indonesia memiliki peran besar dalam membangun peradaban bangsanya. Membangun peradaban bangsa yang berkualitas tentunya memerlukan sumberdaya yang berkualitas pula. Ibarat membangun sebuah rumah, diperlukan arsitektur yang kreatif dan cermat didukung dengan peralatan dan bahan yang cukup memadai dan berkualitas. Pertanyaannya adalah peradaban berkualitas macam apa yang akan dibangun dan sumberdaya macam apa yang diperlukan untuk membangun peradaban tersebut.

Saat-saat seperti ini, dimana momentum sejarah diperingati, biasanya dikobarkan kembali semangat pada masa itu. Sebagaimana momentum kebangkitan nasional ke 100 dan kemerdekaan RI ke 63 yang baru lalu begitu rupa menebar semangat nasionalisme untuk mewarisi semangat para pejuang bangsa ini. Lebih-lebih apa yang dirasakan para veteran pejuang atau pelaku sejarah ketika itu yang larut dalam memori masa lalu yang penuh semangat dan heroik. Saat-saat mereka diminta menceritakan kisahnya, diakhir cerita biasanya muncul kritik terhadap kondisi sekarang yang sarat dengan wejangan untuk perbaikan.

Berbagai event digelar oleh warga bangsa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dunia usaha juga memanfaatkan momentum sejarah hari besar dengan mengemas program-program promosi produknya berhubungan dengan momentum hari-hari besar. Upaya tersebut tidak lain untuk menciptakan image up to date dengan kepedulian sosial serta nasionalisme, sehingga konsumen merasa dekat dan tertarik dengan produk yang dijual atau memang untuk menghormati hari besar tersebut.

Momentum sejarah kadang memang melahirkan kerinduan akan nilai-nilai suci yang hadir di masa lalu dan hampir punah di masa kini. Berbagai acara digelar untuk menghadirkan kembali nilai-nilai luhur yang diusung pejuang bangsa Indonesia. Demikian juga dengan hari Sumpah Pemuda yang kita peringati setiap tanggal 28 Oktober guna membangkitkan semangat nilai-nilai sumpah pemuda yang dikumandangkan oleh pemuda Indonesia di kala itu. Apa sebetulnya yang membuat pemuda kita kala itu bersumpah ? dan apa yang memotivasi mereka ? serta apa yang dihasilkan dari sumpah tersebut?.

Hasil monumental dari pergerakan pemuda tahun 1920-an adalah Sumpah pemuda yang merupakan putusan Kongres Pemuda Kedua, 27-28 Oktober 1928. Ada tiga hal yang menjadi komitmen pemuda ketika itu. Pertama munculnya awareness bahwa kita dilahirkan di tanah air yang sama. Jika mengingat manusia tercipta dari sari pati tanah, dapat dikatakan kita tercipta dari sari pati tanah yang sama yakni tanah air Indonesia. Oleh karenanya sifat dan karakteristik manusia yang dihasilkan tentu serupa berasal dari satu tanah dan air tropis yang hanya dipisahkan oleh air laut sehingga logik jika ada yang tidak sama persis. Komitmen pertama dapat diartikan sesungguhnya kita adalah saudara kandung dari ibu pertiwi (Indonesia) dengan beragam jenis kebiasaan dan selera, namun hidup di tempat yang sama. Sebagaimana ketika sedang mengandung, seorang ibu suka makanan pedas, anaknya lahir dengan selera makanan pedas, demikian seterusnya.

Kedua adalah kesadaran spesies bahwa kita memiliki habitat sama, fisik, selera cenderung sama; baik warna kulit, makanan, minuman, kebiasaan, pandangan, perasaan dan lain-lain. Sehingga merupakan keniscayaan jika makhluk sosial berkumpul karena ada kesamaan-kesamaan. Kesamaan tempat tinggal dan lingkungan hidup menjadikan kita satu bangsa dengan karakteristik yang serupa walaupun beragam jenisnya.

Ketiga adalah kesadaran komunikasi bahwa kita saudara harus saling bertemu, bersilaturahmi dan berhubungan sosial, sehingga kesamaan tempat dan habitat saja tidak cukup untuk menjadikan bangsa ini lestari berketurunan dan kuat hidup sepanjang masa. Kesamaan alat komunikasi atau bahasa yang digunakan diperlukan untuk saling mengenal, memahami, tolong menolong, dan sepenanggungan dalam hubungan antara sebangsa Indonesia di tiap-tiap wilayah Indonesia.

Jika tiga kesadaran ini telah ada, dan menjadi keyakinan bersama, maka timbul saling percaya karena saudara, kerjasama karena memahami, semangat karena kebersamaan, kejujuran dan keterbukaan karena dekat dan persatuan karena kesamaan tujuan yakni perjuangan menuju terbentuknya NKRI yang utuh di kala itu.

Permasalahannya sekarang, ketika sebuah bangsa mulai menemukan wujudnya dalam sebuah negara yang berdaulat, ada rakyat dan pemerintah, justru kesadaran kesamaan trilogi sumpah pemuda itu mulai pudar sedikit demi sedikit, yang menonjol adalah perbedaan. Perbedaan antara penguasa, pengusaha dan rakyat. Kesenjangan sosial, ekonomi, budaya dan hukum merajalela. Kesatuan wilayah mulai terpecah dengan otonomi daerah kebablasan; dimana ada raja kecil di setiap kota dan kabupaten. Kesatuan bangsa mulai terkotak dengan semangat daerah yang ingin memerdekakan diri. Kesatuan bahasa mulai tergoyahkan dengan kosa kata asing yang ”agresif” sehingga sulit bagi anak bangsa mendapat nilai memuaskan untuk pelajaran Bahasa Indonesia saja. Lebih-lebih para elit dan yang berilmu bahkan penulis sendiri terbawa arus bangga menggunakan istilah-istilah asing.

Mungkin ini hanya sekelumit potret pemuda Indonesia yang ”khilaf” (jika tidak ingin dibilang amnesia) terhadap nilai-nilai sumpahnya. Karena saat ini telah terjadi pergeseran tujuan dari tiga kesadaarn dimaksud. Dimana-mana terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme karena ada hubungan satu suku, daerah, dan agama dari pelaku-pelakunya.

Menyadari semua fenomena yang ada tak dipungkiri bahwa semangat juang, jiwa kebangsaan, kesamaan senasib dan sepenanggungan telah terbukti dapat menghasilkan kenyataan dari mimpi yang besar pemuda kala itu; merdeka dari penjajahan. Tentunya hal tersebut dapat berulang kembali saat ini atau esok.

Jika seorang marketer berupaya menciptakan pasar sebagaimana air minum kemasan yang sempat dicemooh banyak orang dan mengancam eksistensi usaha Pak Tirta almarhum kala itu justrus menjadi kebutuhan saat ini. Tentu sebuah keniscayaan jika kesadaraan akan adanya ”cemooh” dalam bentuk lain seperti penjajahan budaya, kejahatan korupsi, dan lain-lain yang mengancam eksistensi bangsa ini dapat menghadirkan kembali semangat kebangsaan pemuda Indonesia. Mari kita tumbuhkan semangat untuk bangkit memerangi neokolonialisme, karena harapan itu masih terbuka luas.

Tidak ada komentar: